Pesantren buruh pabrik Efektif cegah sekularisme
Tumbuhnya industri disuatu tempat, akan diikuti dengan pemukiman dan komunita pekerja buruh di sekeliling pabrik. Rutinita kerja dengan waktu yang padat, membuat dimensi-dimensi keagaman para buruh tersebut menurun. Pesantren buruh pabrik menjadi solusi alternatif untuk mengurangi sekularisme dikalangan buruh. Seperti apa ?
Bekerja di sebuah pabrik akan menghadapi tuntutan kerja yang sangat besar. Tuntutan pekerjaan yang menguras tenaga dan waktu tersebut mau tidak mau harus dijalani para buruh bisa bertahan dipekerjaan dipabrik. Sebab, kalau tidak bisa mengatur waktu dan tenaga, mereka harus mengahadapi pilihan pahit, diskors atau dipecat. Kondisi ini membuat kehidupan mereka tidak ubahnya seperti sebuahmesin industri. Sangat mekanistik.
Kondisi seperti itu membuat aktivitas religius seperti salat, mengaji, dan sebagainya menjadi prioritas terakhir untuk dikerjakan. Pekerjaan dipabrik menjadi sesuatu yang harus diutamakan para buruh pabrik, kenyataan ini tidak bisa dibantah.
Guru besar IAIN Sunan Ampel surabaya prof Dr Imam Bawani MA dibantu peneliti muda seperti Achmad Zaini, Ach Muzaki,Masdar Hilmy , Syaiful Jazil, dan Maria Ulfah, melakukan penelitian untuk mengetahui sejauh mana persoalan sosial keagaman muncul di celah kehidupan sehari-hari para buruh pabriktersebut tersebut.Tim peneliti ini juga mencoba mengembangkan model pesantren buruh yang mereka buat. "kami juga mencoba menggagas model pesantren buruh dilingkungan pabrik". Kata imam
Secara kongkret, penelitian ini akan memunculkan sebuah model pembinaan yangmenguntungkan keduannya. Model semacam ini belum mendapatkan sedikitpun dari para pemerhati para peneliti sebelumnya.
Penelitian dilakukan disejumlah pabrik di daerah Jawa timur. Terutama di Surabaya,Sidoarjo, gresik,dan mojokerto. Didaerah tersebut memang tumbuh ratusan pabrik dengan segala macam jenis produksinya. Disekitar pabrik-pabrik itu tinggal para buruh yang tinggal di kos-kosan, rumah kontrakan, dan sebagainya. Mereka Mengkomunitas dan berkembang menjadi komunitas masyarakat buruh.
Masyarakat buruh pabrik, yang merupakan bagian dari masyarakatindustri, kata Ilham mengutip B.R. Wilson, cenderung berkembang kearah sekuler.Banyak diantara mereka yang meninggalkan dimensi dan institusi-institusi keagamaan. Perkembangan dari kondisi tersebutadalah masyarakat yang mengalami dereligionisasi. "Fenomena sosial dan fenomena keagamaan berjalanseiring dan saling mempengaruhi,"kata Imam.
Pengamatan selama meneliti dikawasan sekitar pabrik, ternyata deviasi perilaku manusia terjadi disana. Kondisi paling parah, adalah perilaku seksual menyimpang. Menurunya, dimenasi-dimenasi keagamaan masyarakat buruh pabrik dapat digambarkan dengan deviasi perilaku tersebut. Deviasi perilaku tersebuttidak dapat dipisahkan dengan rendahnya tingkat pendidikan agama. Bahkan sebuah penelitian dari A.Hamid, (1996) menyatakan rendahnya tingkat pendidikan agamamemiliki korelasi dengan perilakuseks menyimpang.
Data yang ada, masyarakat buruh sebagian besar berasal dari pendidikan umum 61.75 persen buruh secara formal berasal dari pendidikan umum, dan 38.15 persen saja dari pendidikan keagamaan.
Dari pengamatan dilingkungansekitar pabrik, tempat buruh-buruh tinggal, peneliti melakukan pengamatan. Ternyata di tengah kehidupan masyarakat buruh, ada sebagian buruh yang memilih tinggal dilingkungan pesantren, mencari kos-kosan yang Islami, memanfaatkan waktu senggang untuk mengaji dimasjid, ada pula pabrik yang menyelenggarakan program siraman moral spiritual bagi buruhnya, atau buruh yang ikut pengajian dihari-hari tertentu bersama kaum muslimin setempat.
Dari sanalah kata imam, penggolongan model pembinaanmoral keagamaan dilakukan. Terdapat lima model yaitu, pesantren konvensional yang beralih fungsi menjadi embrio pesantren buruh pabrik, pesantren hasil alih fungsi dari kos-kosan, mushola atau masjid menjadi sentra pembinaan keagamaan buruh pabrik, aktivitas pembinaan mental spiritual buruh oleh pabrik, dan majlis taklim yang mengadakan aktivitas pembinaan spiritual rutin bagi buruh pabrik di rumah.
Masing-masing model ini memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Kesamaannya kelima model ini belum mapan terlembagakan. Kemunculannya juga sama-samakarena keprihatinanterhadap kehidupan sosial religius kalangan buruh.atas dasar keprihatinan tersebut, memunculkan kurikulum yang hampir sama dikelima model pesantren tersebut. Yakni berkaitan dengan keyakinandasar atau keimanan (aqidah),ibadah, dan budi pekerti (akhlaqul karimah).keimanan yang diawali dengan kedisiplinan menjalankan sholat dan mengaji diyakini dapat membuahkan perilaku dan budi pekerti yang baik. "pesantren buruh bertujuan memberikan benteng bagi para buruh agar tahan terhadap godaan hidup diperkotaan." Bebernya.
Kelima model pembinaan keagamaan itu dilakukan secara fleksibel ataumenurut terminologi pendidikan Islam adalah bi al hikmah, penih kebijaksanaan.ini merupakan toleransi dari waktu kerja buruh yang sangat padat .
Pesantren buruh pabrik dalam penelitian ini wujudnya memang bukanlah sosok institusi pendidikan islam yang mapan, memiliki akar pendukung yang kokoh di masyarakat, khususnya didunia industri. Tetapi pesantren buruh pabrik merupakanidealitas kedepan yang dibangun dari realitas serpihan elemenpendukung, seperti yang tersimpuldalam model pembinaan agama di masyarakat buruh pabrik. "yang jelas, lima model pembinaan agama di lingkungan pabrik, menjadi embrio pesantren buruh pabrik yang permanen, di masa mendatang." Imbuhnya(tomy c.gutomo)
Diketik ulang oleh danil.s ( buruh gresik)
Judul penelitian : pesantren buruh pabrik
Nama peneliti : Dr Imam Bawani MA dibantu peneliti muda seperti Achmad Zaini, Ach Muzaki,Masdar Hilmy , Syaiful Jazil, dan Maria Ulfah
Waktu penelitian : 3 tahun (2001-2003)
Obyek penelitian : buruh dikawasan pabrik di surabaya, sidoarjo, gresik, dan mojokerto
Metode sampling : Purposive Random Sampling
Jenis Penelitian : kualitatif-eksploratif
Komentar
Posting Komentar